Kamis, 23 Juni 2011
Apakah aku seorang Atheis #1
Judul diatas mungkin terkesan aneh, namun hal itulah yang akhir-akhir ini terdengung dalam pikiran saya. Bukan berarti mempertanyakan keyakinan akan Tuhan, namun sesungguhnya adalah sebuah pertanyaan mendasar tentang posisi Tuhan dalam kehidupan manusia, Dan benar, mungkin judul diatas mewakili.
Dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, peran agama sebagai pembentuk utama Spiritual manusia, telah menjelma sebagai sesuatu yang tidak rasionalis. Latar belakang Pendidikan orang jawa yang dulu rendah, telah menempatkannya sebagai abdi Tuhan dan benar-benar menghayati nilai-nilai ke-Tuhanan. Terlebih tanah jawa yang dalam sejarahnya dikenal sebagai daratan paling tidak rasional sedunia. Dan saya mencoba menuliskannya.
Saya terispirasi dari seorang nenek tua pedagang daun pisang yang saya temui beberapa waktu lalu. Nenek tersebut adalah pemangku keluarga jawa yang kuat, meski mungkin secara syariah keIslaman nenek tersebut tidak begitu paham, namun dalam benaknya benar-benar terpatri kuat sebuah nama yang selalu bisa membuatnya tersenyum dan kuat menjalani hari-harinya. Siapa nama itu? “Gusti Alloh”
“Gusti Alloh maha adil.”
“Hidup ini ada ditangannya.”
“Gusti Alloh mboten sare, pangeran mesti njjaga umat-umate.”
Entah apa yang membuat nenek tersebut begitu yakin akan Gusti Alloh, padahal ketika saya bertanya berapa jumlah Rosul-nya Alloh? Dia tidak bisa menjawab secara keseluruhan. Cuman hanya Adam, Ibrahim, dan tentunya Muhammad saja yang dia kenal. Sungguh aneh, namun kepercayaan itulah yang menguatkan nenek itu hingga detik ini masih mau bernafas. Padahal hidupnya teramat tragis,
Suaminya meninggal ketika bekerja diladang, mungkin karena kelelahan.
Tiga bulan setelah kematian suaminya, anak laki-lakinya juga meninggal karena kecelakaan,
satu tahun kemudian, anak perempuannya, yang merupakan anak pertamanya melahirkan seorang bayi yang cacat.
Beberapa bulan setelahnya, rumahnya kebakaran. Padahal kala itu ia seorang janda dan anaknya juga telah tinggal dengan suaminya.
Apa yang membuatnya bertahan dengan berbagai cobaan tersebut?
“Gusti Alloh, Gusti pengeran mboten sare. Apa yang terjadi adalah kehendaknya dan pasti ada rencana.” kurang lebih seperti itulah penjelasan nenek tersebut dalam bahasa jawa
saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang nenek yang sekolah saja tidak pernah se, seakan-akan mengenal Tuhan melebihi dari saya yang hampir selama limabelas tahun ini belajar tentang Tuhan. Ah, ini tidak rasional. Kira-kira bagaimana jadinya jika nenek tersebut adalah seorang atheis? Tidak percaya adanya Tuhan? Apakah dia masih bertahan seperti sekarang ini? Silahkan anda terjemahkan sendiri.
Itulah mengapa saya mengatakan jika kekuatan Spiritual telah menjelma menjadi sesuatu yang tidak rasional. Seandainya saya kala itu berada pada posisi nenek itu, saya tidak yakin bisa setegar itu. Dan saya baru sadar, ah... mungkinkah saya belum begitu mengenal Tuhan? Sedangkan nenek tersebut telah mengenal Tuhan seolah Tuhan adalah temannya sehari-hari. Lantas saya bertanya
Siapa kah Tuhan itu?
Apakah Tuhan memang tidak mau dikenal dengan jalan rasional?
Ya Tuhan, kenapa saya merasa kecil ketika nenek itu menyebut namaMu?
Apakah nenek itu lebih mengenalMu daripada aku?
Entahlah, apakah secara tidak langsung aku ini adalah seorang “Atheis”?
Aku juga tidak tahu
Tapi aku iri dengan nenek itu
Dia mengenalMu seakan mengenal sahabat karibnya.
Wallohu'alam
iposkan oleh Fahrizal Aziz Telminore di
Apakah aku seorang Atheis #1
Judul diatas mungkin terkesan aneh, namun hal itulah yang akhir-akhir ini terdengung dalam pikiran saya. Bukan berarti mempertanyakan keyakinan akan Tuhan, namun sesungguhnya adalah sebuah pertanyaan mendasar tentang posisi Tuhan dalam kehidupan manusia, Dan benar, mungkin judul diatas mewakili.
Dalam masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, peran agama sebagai pembentuk utama Spiritual manusia, telah menjelma sebagai sesuatu yang tidak rasionalis. Latar belakang Pendidikan orang jawa yang dulu rendah, telah menempatkannya sebagai abdi Tuhan dan benar-benar menghayati nilai-nilai ke-Tuhanan. Terlebih tanah jawa yang dalam sejarahnya dikenal sebagai daratan paling tidak rasional sedunia. Dan saya mencoba menuliskannya.
Saya terispirasi dari seorang nenek tua pedagang daun pisang yang saya temui beberapa waktu lalu. Nenek tersebut adalah pemangku keluarga jawa yang kuat, meski mungkin secara syariah keIslaman nenek tersebut tidak begitu paham, namun dalam benaknya benar-benar terpatri kuat sebuah nama yang selalu bisa membuatnya tersenyum dan kuat menjalani hari-harinya. Siapa nama itu? “Gusti Alloh”
“Gusti Alloh maha adil.”
“Hidup ini ada ditangannya.”
“Gusti Alloh mboten sare, pangeran mesti njjaga umat-umate.”
Entah apa yang membuat nenek tersebut begitu yakin akan Gusti Alloh, padahal ketika saya bertanya berapa jumlah Rosul-nya Alloh? Dia tidak bisa menjawab secara keseluruhan. Cuman hanya Adam, Ibrahim, dan tentunya Muhammad saja yang dia kenal. Sungguh aneh, namun kepercayaan itulah yang menguatkan nenek itu hingga detik ini masih mau bernafas. Padahal hidupnya teramat tragis,
Suaminya meninggal ketika bekerja diladang, mungkin karena kelelahan.
Tiga bulan setelah kematian suaminya, anak laki-lakinya juga meninggal karena kecelakaan,
satu tahun kemudian, anak perempuannya, yang merupakan anak pertamanya melahirkan seorang bayi yang cacat.
Beberapa bulan setelahnya, rumahnya kebakaran. Padahal kala itu ia seorang janda dan anaknya juga telah tinggal dengan suaminya.
Apa yang membuatnya bertahan dengan berbagai cobaan tersebut?
“Gusti Alloh, Gusti pengeran mboten sare. Apa yang terjadi adalah kehendaknya dan pasti ada rencana.” kurang lebih seperti itulah penjelasan nenek tersebut dalam bahasa jawa
saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin seorang nenek yang sekolah saja tidak pernah se, seakan-akan mengenal Tuhan melebihi dari saya yang hampir selama limabelas tahun ini belajar tentang Tuhan. Ah, ini tidak rasional. Kira-kira bagaimana jadinya jika nenek tersebut adalah seorang atheis? Tidak percaya adanya Tuhan? Apakah dia masih bertahan seperti sekarang ini? Silahkan anda terjemahkan sendiri.
Itulah mengapa saya mengatakan jika kekuatan Spiritual telah menjelma menjadi sesuatu yang tidak rasional. Seandainya saya kala itu berada pada posisi nenek itu, saya tidak yakin bisa setegar itu. Dan saya baru sadar, ah... mungkinkah saya belum begitu mengenal Tuhan? Sedangkan nenek tersebut telah mengenal Tuhan seolah Tuhan adalah temannya sehari-hari. Lantas saya bertanya
Siapa kah Tuhan itu?
Apakah Tuhan memang tidak mau dikenal dengan jalan rasional?
Ya Tuhan, kenapa saya merasa kecil ketika nenek itu menyebut namaMu?
Apakah nenek itu lebih mengenalMu daripada aku?
Entahlah, apakah secara tidak langsung aku ini adalah seorang “Atheis”?
Aku juga tidak tahu
Tapi aku iri dengan nenek itu
Dia mengenalMu seakan mengenal sahabat karibnya.
Wallohu'alam
iposkan oleh Fahrizal Aziz Telminore di
Tag :
BERANDA
0 Komentar untuk " "
Komentarlah Dengan Baik dan Benar. Jangan ada SPAM dan beri kritik saran kepada blog ILMU DUNIA DAN AKHIRAT.
Mengingat Semakin Banyak Komentar SPAM maka setiap komentar akan di seleksi. :)
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR. Bukhari)
>TERIMA KASIH<