Surga yang
menjadi balasan perjalanan ini tidak dapat diraih dengan mudah atau diperoleh
dengan gratis, tanpa keletihan dan kerja keras.
Surga, untuk
mereka yang mau berjuang sungguh-sungguh dan beramal terus menerus mencapai
keridhoan Allah. Karakteristik perjalanan dakwah ini digambarkan Rasulullah SAW
: “Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan.”
Kita melihat perjalanan Rasulullah
sebagai pemimpin para da'i dan para sahabat, berhadapan dengan tirani yang
kejam dan sadis dalam memperlakukan dakwah dan pendukung-pendukungnya.
Penderitaan dan siksaan seperti yang dialami para sahabat; Bilal bin Rabah,
Amar bin Yaser, Khubaib bin Adi, Sumayyah syahidah pertama, perlakuan kejam
terhadap Rasulullah dan keluarganya dalam boikot Syiib, merupakan bukti betapa
beratnya perjalanan ini. Keadaan ini merupakan sunnatullah yang tetap dan tiada
berubah. Sebelum Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya, telah terjadi
pula hal yang serupa pada ummat terdahulu. Para Nabi dan pendukung-pendukung
kebenaran selalu menanggung derita dalam perjuangan mereka. Kita teringat kisah
Ashbul Ukhdud.
Orang-orang beriman di suatu negeri
dibakar hidup-hidup karena pernyataan iman mereka kepada ajaran Allah yang
dibawa oleh seorang anak kecil. Kisah–kisah lain sungguh banyak, bahkan
diantara mereka ada yang dikubur hidup-hidup kemudian kepalanya dibelah dengan
gergaji atau dikelupas dengan sisir besi yang tajam.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS
Al-Baqarah: 214)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang
sabar.” (QS Ali Imran: 142)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan,
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS
Al-Ankabut: 2-3)
Nestapa orang beriman di jalan dakwah
tidaklah berarti kemenangan para tirani (thaghut) atas Al Haq. Bahkan sungguh
ini merupakan tanda kehancuran dan kegagalan mereka dalam menghancurkan
keimanan. Sedangkan akhir kesombongan mereka adalah azab yang kekal di neraka,
itulah seburuk-buruk tempat kembali. Tampil pula dalam karakteristik perjalanan
dakwah ini, ujian duniawi berupa kesenangan dan kelezatan. Inilah jebakan yang
sering kali lebih berbahaya dari derita kesengsaraan, sementara
ranjau-ranjaunya lebih menjerat dan membelenggu. Berapa banyak mereka yang
berhasil melalui penderitaan, penjara dan siksaan, tapi tergelincir dalam
bujukan manis dunia, bertekuk lutut dibawah kelezatan harta, tahta, dan wanita.
Kesenangan dan kenikmatan duniawi
merasuk dengan tulus tanpa terasa. Merayap perlahan di tengah kelalaian para
dai yang lupa pada balasan akhirat. Ujian ini dibungkus dan dilapisi oleh
sesuatu yang menyenangkan nafsu syahwat,kemasyhuran, penghormatan orang,
fasilitas yang disediakan masyarakat, atau jaminan-jamainan yang dijanjikan
para tirani dengan segala tipu dayanya, adalah beberapa bentuk diantaranya.
Jeratan yang sangat memikat inilah yang
di khawatirkan Nabi Yusuf a.s. sehingga ia berkata kepada Allah Yang Maha
Memelihara :
Yusuf berkata, "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan
mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka,
tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku
termasuk orang-orang yang bodoh." (QS
Yusuf: 33)
Kepada Rasulullah SAW para pembesar
Quraisy menawarkan segala fasilitas yang mungkin dibutuhkan olehnya; “Jika Muhammad ingin menjadi raja maka akan
kami angkat, jika Muhammad ingin harta maka kami bangsa Qurasy akan
mengumpulkan harta untuknya, jika Muhammad menginginkan wanita akan kami
berikan gadis-gadis yang tercantik di negeri ini, dan jika Muhammad mengidap
penyakit kami akan mencarikan dokter-dokter terbaik untuk mengobatinya”.
Penawaran ini disampaikan melalui paman Nabi SAW dengan harapan beliau akan
menerima … dan mau meningglkan dakwah. Nabi SAW sebagai pemimpin para da'i,
menyatakan sikapnya yang agung terhadap bujuk rayu berbisa ini: “Tidak, demi Allah wahai paman… seandainya
mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar
aku meninggalkan urusan dakwah ini… tidak akan aku lakukan ! Sampai Allah
memenangkan dakwah ini atau aku binasa karenanya”. Inilah sikap tegas dan
pantas menjadi pedoman setiap juru dakwah yang mengajak ke jalan Allah.
Terkadang bujukan datang dari pihak keluarga sang da'i. Dari istri, anak, sanak
famili atau orang-orang kecintaan lainnya. Sering dihadapkan kepadanya rasa
khawatir memandang masa depan dan jaminan hidup hari tua.. rasa takut yang akan
mempermalukan keluarga, atau bahkan pemutusan hubungan famili.
Dalam saat seperti ini mereka berpihak
pada musuh, Allah mengingatkan:
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu
ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan
jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS
At-Taghabun: 14)
Ujian dari dalam inilah yang paling
banyak memakan korban dan menjatuhkan pada da'I dari gelanggang dakwah. Mereka
terdesak oleh kebutuhan rumah tangga dan kosongnya periuk nasi dikejar oleh
bayangan penderitaan yang akan menimpa istri, anak, orang tua, atau orang yang
ia kasihi. Godaan dan bujuk rayu dunia bukan dihadapkan semata kepada sang da'i
tapi mungkin nyelonong lewat pintu belakang, sedangkan mereka belum tentu siap
menerima ini. Karena itu setiap da'I harus mempersiapkan keluarga, istri, anak,
famili sebagai basis dakwah. Kepada mereka harus diingatkan firman Allah : ”Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu
kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka,
sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia
Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Thaha: 131)
Kepada istri-istri juru dakwah harus
diberikan sikap tegas sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada Nabi untuk
mendidik wanita-wanita beriman :
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istri mu: Jika kamu sekalian
menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan
kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik “.
Rumah tangga yang islami harus menjadi
benteng perjuangan yang memberikan spirit menjadi celah bagi arus kejahiliyahan
yang datang dari luar.
Karakteristik perjalanan dakwah ini
harus dilalui oleh mereka yang hendak menegakkan kebenaran. Di sepanjang jalan
ia akan mengalami dua ujian ;
- berupa kesengsaraan, ejekan, celaan, atau hinaan dari musuh-musuh Allah (asy-syar)
- kesenangan dan kelezatan yang datang tanpa disadari atau dengan bujuk rayu penuh tipu daya dari musuh-musuh dakwah (al khair)
Akhir perjalanan bagi setiap juru dakwah
adalah maut. Disana terdapat balasan yang kekal, surga atau neraka. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya.
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kami lah kamu dikembalikan.” (QS Al-Anbiyaa:
35)
0 Komentar untuk "Karakteristik Dakwah"
Komentarlah Dengan Baik dan Benar. Jangan ada SPAM dan beri kritik saran kepada blog ILMU DUNIA DAN AKHIRAT.
Mengingat Semakin Banyak Komentar SPAM maka setiap komentar akan di seleksi. :)
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR. Bukhari)
>TERIMA KASIH<