CINTA
bisa diucapkan oleh siapa pun sebagai pengakuan. Namun jangan terpedaya dengan
bujuk rayu iblis dan tipu muslihat nafsu yang mengaku mencintai Allah. Karena
semua pengakuan itu perlu diuji dengan serangkaian tanda cinta dan ditunjukkan
dengan bukti nyata.
Cinta Adalah pohon yang baik/subur, akarnya menghunjam
ke bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa. Buahnya tampak di hati, ucapan dan
perbuatan. Seperti asap sebagai bukti adanya api, dan buah sebagai bukti adanya
pohon, cinta juga mesti termanifestasikan dalam serangkaian tanda. Tanda-tanda
cinta itu sangat banyak, di antaranya sebagai berikut:
1.
MENGINGINKAN PERTEMUAN DENGAN ALLAH DI
SORGA
Hati yang mencintai
Sang Kekasih pasti ingin menyaksikan dan berjumpa dengannya.
Jika sudah dipahami bahwa perjumpaan dengan Allah
tidak akan terwujud kecuali dengan meninggalkan dunia melalui kematian, maka
seharusnya hamba mencintai kematian dengan tanpa berusaha melarikan diri
darinya. Bagi seorang pencinta, pergi dari kampung halamannya menuju Kekasihnya
untuk menikmati perjumpaan dengannya tidak akan terasa berat. Kematian adalah
kunci perjumpaan dan pintu gerbang untuk menyaksikan-Nya.
Dari Ubadah bin Shamit disebutkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menginginkan pertemuan dengan Allah
maka Allah pun menginginkan pertemuan dengannya. Barangsiapa yang enggan
menginginkan pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak suka bertemu
dengannya.”
Keinginan untuk berjumpa dengan Allah ini tidak
identik dengan menginginkan kematian. Karena di samping ada yang menginginkan
kematian, orang-orang mukmin atau generasi salaf pun ada yang tidak menyukai
kematian dan pertemuan dengan Allah sesudah kematian. Namun ketidaksukaan itu
dipicu oleh lemahnya cinta, atau adanya cinta lain, atau karena dosa yang
dirasa masih banyak hingga ia lebih suka tinggal di dunia untuk bertobat dan
memperbaiki diri.
Ada pula yang merasa tingkatan cintanya masih rendah.
Baginya, tidak baik segera bertemu kematian sebelum benar-benar siap berjumpa
Allah. Ini ibarat seorang yang terlambat menemui kekasihnya karena sibuk
mempersiapkan diri demi satu pertemuan yang menyenangkan, hati yang terfokus
dan ringan beban. Ketidaksukaan karena alasan ini tidak mengurangi kesempurnaan
cinta. Tanda akan hal ini diperlihatkan melalui kesugguhan beramal dan
perhatian yang besar dalam persiapan. Bila tidak demikian, maka ia akan
tegolong orang yang tenggelam ke dalam dunia.
Ketahuilah, sesungguhnya perpisahan dengan sesuatu
yang dicintai terasa amat berat. Jika Anda telah mencintai dunia, pasti Anda
membenci pertemuan dengan Allah. Meningggalkan dunia dan menemui kematian
menjadi berat, karena hal itu berarti berpisah dengan yang dicintai. Maka
selayaknya cinta diberikan kepada sesuatu yang tidak akan pernah meninggalkan
Anda yaitu Allah. Janganlah Anda mencintai dunia, yang pasti meninggalkan Anda.
Seorang pencinta sejati selalu mengingat kematian.
Karena waktu itu merupakan saat-saat bertemu Kekasih, sedang ia tak pernah lupa
akan waktu pertemuannya dengan Kekasihnya. Orang ini biasanya merasa terlalu
lama menunggu datangnya kematian. Ia mencintai kematian agar segera terbebas
dari negeri para pelaku maksiat, seraya berpindah ke sisi Rabb semesta alam.
2.
MERASA NIKMAT DALAM BERKHALWAT, BERMUNAJAT
KEPADA ALLAH DAN MEMBACA AL-QUR’AN
Hal ini mendorong
orang yang mencintai Allah untuk memperbanyak tahajjud, memanfatkan keheningan
malam dan kejernihan waktu untuk memutuskan segala hambatan. Karena derajat
cinta paling rendah adalah merasa senang dengan Kekasih dan merasa nikmat dalam
bermunajat kepada-Nya.
Siapa yang merasakan tidur dan kesibukkan bicara di
malam hari lebih enak dibanding munajat kepada Allah, maka pengakuan cintanya
tak bisa dianggap benar. Seorang pencinta pasti merasa senang mengabdi dan
melakukan ketaatan kepada yang dicintainya. Maka kuat cintanya, semakin
sempurna nikmat ketaatan dan pengabdiannya.
Besar-kecilnya kenikmatan yang dirasakan berbanding
lurus dengan kuat lemahnya rasa cinta. Tiap kali cinta dan rindu pada kekasih
itu menggebu, maka kenikmatan untuk sampai kepada-Nya pun semakin sempurna.
Bila besarnya nikmat seseorang yang dahaga ketika
minum air dingin sangat tergantung pada rasa hausnya, demikian pula orang yang
lapar, maka hal yang sama juga berlaku pada orang yang mencintai sesuatu.
Kenikmatan dirinya tergantung kadar cintanya terhadap sesuatu tersebut.
Itulah sebabnya Rasulullah saw. bersabda:
“Dijadikan kesenanganku dalam shalat…”
Siapa yang telah merasakan nikmat sesuatu, pasti
merasa enggan berpisah darinya, apalagi meninggalkannya. Karena kesenangan,
kenikmatan dan kebaikan hidup seorang hamba terletak padanya.
Siapa yang mendapatkan kenikmatan dengan shalat di
dunia, maka ia tidak hanya meraih kenikmatan lainnya di dunia, tapi juga akan
mendapatkan kenikmatan berdekatan dengan Allah di akhirat. Siapa yang telah
merasakan nikmat bersama Allah, maka segalanya akan membuat dirinya bahagia.
Sedang bagi orang yang belum merasakan kenikmatan ini, maka jiwanya akan
tersayat oleh penyesalan terhadap dunia.
Kenikmatan, kesenangan dan kelezatan seorang pencinta
terletak pada kepatuhan dirinya terhadap Sang Kekasih. Berbeda dengan orang
yang taat secara terpaksa yang memikul beban pengabdian dengan berat hati, yang
jika tidak dipaksa dengan keras niscaya ia tidak akan menaatinya. Kepatuhannya
hanya didasari oleh ancaman dan tangan besi pihak lain. Berbeda dengan pencinta
sejati yang merasakan ketaatan pada Kekasihnya sebagai nutrisi, kesenangan,
kelezatan dan kegembiraan, bukan pemaksaan dan penghinaan.
Singkatnya, apa pun pengabdian seorang pencinta pada
Kekasihnya akan menjadi hal yang paling menggembirakan dan menyenangkannya,
bukan suatu beban yang memberatkan. Baginya, kepatuhan itu menjadi nutrisi
hati, kegembiraan, kesenangan, dan kenikmatan jiwanya. Da melakukannya lebih
nikmat dibanding makan, minum dan kesenangan jasmani lainnya.
Kelezatan ruhani lebih kuat dan lebih sempurna
ketimbang kelezatan jasmani. Karena itu ia tidak pernah merasa berat melafalkan
wirid-wirid ibadah dan sekali-kali tidak perah menganggapnya sebagai beban.
Bagi seorang pencinta, tidak ada yang lebih nikmat selain mengabdi dan menaati
Kekasihnya.
Kesenangan dan kenikmatan dalam pengabdian ini hanya
bisa dicapai lebih dulu dengan kesabaran dalam menghadapi hal-hal yang tidak disukai
dan melelahkan. Jika ia bisa bersabar dan benar dalam kesabarannya, maka hal
ini akan mengantarkan dirinya pada kelezatan tersebut.
Para penempuh jalan ini senantiasa terancam oleh berbagai
penyakit, kelesuan dan keterpurukan selagi belum sampai kepada keadaan ini.
Namun ketika ia telah berhasil menggapainya, maka ia akan merasakan kenikmatan
dalam perjalanannya dan meresapi kelezatan dalam mujahadahnya. Ia merasa
tersiksa bila mengalami futur
(kelesuan) dan terhenti dalam perjalanannya. Dan hal paling menakutkan hatinya
adalah tersia-siakanya waktu dan terhentinya perjalanan. Tidak ada jalan menuju
ke sana kecuali
dengan cinta yang membara.
Untuk menakar iman dan cintanya kepada Allah, seorang
hamba hendaknya menggunakan parameter tersebut. Artinya, ia harus
memperhatikan, apakah ia bisa meneguk kenikmatan dalam mengabdi, atau justu
merasa terpaksa melakukannya. Dan disertai rasa jemu dan malas pula? Ini
merupakan batu ujian dari keimanan dan kecintaan hamba kepada Allah.
Jadi kesempurnaan cinta ditandai dengan kesyahduhan
yang total dalam bermunajat kepada Kekasih senang dalam berkhalwat (ibadah
dalam sunyi), dan sangat risih terhadap segala hal yang menganggu khalwatnya.
Bila rasa cinta dan kesyahduan itu dominan, maka
munajat dan khalwat akan mengusir segala keresahan, bahkan rasa cinta dan
kesyahduan itu akan memenuhi ruang hatinya.
3.
SABAR TERHADAP HAL-HAL YANG TIDAK
DISUKAI
Sabar adalah manzilah
paling pasti dalam jalan cinta dan paling penting bagi para pencinta. Mereka
paling memerlukan mazilah ini di
antara manzilah-manzilah lainnya. Ia
adalah manzilah yag paling dikenal
dan paling nyata di jalan tauhid, hingga ia melebihi apa pun bagi seorang
pencinta.
Jika ada yang bertanya: “Bagaimana ia amat
memerlukannya, padahal hal ini bertolak belakang dengan sempurnanya cinta?
Bukankah kesabaran menjadi penghalang untuk bertemu dengan yang dicintai?”
Jawabnya, sabar justru merupakan bentuk paling indah dari jalan panjang ini.”
Melalui titik inilah diketahui kebenaran cinta,
kemurnian dan kepalsuannya. Karena hanya dengan sabar menghadapi hal-hal yang
tidak disukai dalam memenuhi kehendak Kekasihlah, sebuah cinta dapat diuji
ketulusannya.
Dari sinilah terbukti cinta kebanyakan orang adalah
dusta, di mana mereka mengaku cinta kepada Allah, namun mereka berubah halus
saat diuji dengan hal-hal yang tidak disukainya. Dan hanya yang sabar yang
mampu bertahan. Bila tidak ada kesulitan yang ditanggung dan tidak ada
penderitaan yang dirasakan, maka kebenaran cinta tidak bisa dibuktikan. Maka
hamba yang paling besar cintanyalah, yang paling tinggi kesabarannya.
Karena itu, secara khusus Allah memberikan sifat sabar
kepada para Nabi, wali, dan kekasih-Nya—sebagaimana yang dijelaskan dalam
ayat-ayat berikut.
Tentang Nabi Ayyub, Allah berfirman:
“Sesungguhnya
Kami dapati ia (Ayyub) sebagai seorang yang sabar” (Shad [38]: 44).
Pada ayat yang sama, Allah juga memujinya:
“Dialah sebaik-baik
hamba. Sesungguhnya ia amat taat (kepada Rabb-Nya)”
Allah juga
memerintahkan Rasulullah saw., makhluk yang paling dicintai-Nya, agar bersabar
terhadap hukum-Nya. Dengan kesabaran, semua musibah menjadi ringan. Firman-Nya:
“Dan bersabarlah
dalam menunggu ketetapan/hukum Rabbmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam
penglihatan Kami” (ath-Thur [52]: 48).
Dalam ayat lain, Alah
juga berfirman:
“Bersabarlah (hai
Muhammad), dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah, dan
janganlah kamu berduka cita terhadapnya (kekafiran) mereka dan janganlah kamu
bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah
bersama oarng-orang yang bertakwa dan berbuat kebaikan” (an-Nahl [16]: 127-128).
Allah juga memuji
orang-orang yang sabar dengan pujian yang sebaik-baiknya, seperti dalam
firman-Nya:
“(Yaitu) orang-orang
yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur” (Ai Imran [3]: 17).
“Dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (al-Baqarah [2]: 177).
Perilaku sabar ini
disediakan pahala yang tak terhingga yang berbeda dengan ganjaran amal lainnya,
sebagaimana yang difirmankan dalam ayat-ayat berikut:
“Dan sesungguhnya
Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (an-Nahl [16]: 96).
“Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (az-Zumar [39]: 10).
Selain itu, sabar
juga disandingkan dengan maqam Islam, iman dan ihsan, serta disejajarkan dengan
yakin, tawakal, amal, dan takwa.
Ayat berikut
menjelaskan perihal sabar yang dipersandingkan dengan shalat:
“Dan mohonlah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat” (al-Baqarah [2]: 45).
Dibarengi dengan amal
shaleh:
“Kecuali orang-orang
yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjaka amal-amal shaleh” (Hud [11]: 11).
Dengan takwa:
“Sesungguhnya
barangsiapa yang bertakwa dan sabar…” (Yusuf
[12]: 90).
Dengan syukur:
“Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdekat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang
sabar dan bersyukur” (Ibahim
[14]: 5, Luqman [31]: 31. Asy-Syura [42]: 33).
Sabar juga
berdampingan dengan kebenaran:
“Dan nasihat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan kesabaran” (al-Ashr [103]: 3).
Dengan rahmat/kasih
sayang:
“Dan orang-orang
yang saling menasehati untuk bersabar dan berkasih sayang” (al-Balad [90]: 17).
Yang mengiringi
yakin:
“Ketika
mereka sabar, dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (as-Sajdah [32]: 24).
Bersama sifat
sidq/benar:
“Laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar” (al-Ahzab [33]: 35).
Selain kesabaran
dijadikan sebagai benih datangnya cinta, kebersamaan, pertolongan, dan balasan
yang baik dari-Nya, Allah juga mengabarkan bahwa orang-orang yang sabar adalah
mereka yang bisa memetik manfaat dari ayat-ayat-Nya; bahwa kesabaran adalah
suatu kebaikan bagi pelakunya, dan bahwa para malaikat mengucapkan salam kepada
orang yang sabar di sorga, di mana salam itu diucapkan karena kesabaran mereka.
Semua
ini menunjukkan bahwa sabar adalah tingkatan iman paling mulia. Orang yang
paling utama dan istimewa di sisi Allah adalah mereka yang paling teguh
memegang prinsip ini. Dan orang yang istimewa ini lebih memerlukan kesabaran
ketimbang orang umum. Pencinta adalah orang paling sabar, dan lemahnya
kesabaran terjadi lantaran lemahnya cinta.
4.
MENGUTAMAKAN ALLAH ATAS SEGALA SESUATU
Siapa yang lebih
mengutamakan sesuatu dari-Nya, berarti di dalam hatiya ada penyakit. Hal itu
sama dengan perut yang mengutamakan makan tanah ketimbang roti. Perut seperti
ini adalah perut yang sakit, yang telah kehilangan selera makan roti.
Demikian pula hukum cinta kepada Allah. Kesejatian
cinta menuntut pengutamaan Kekasih di atas segalanya—termasuk diri pribadi, dan
siap menanggung beban demi mengikuti kemaun-Nya dan mencari ridha-Nya. Dengan
cara ini saja kebenaran cinta dapat dibuktikan dan diketahui keberadaannya di
dalam hati.
5.
MENDAHULUKAN APA YANG DICINTAI ALLAH
ATAS APA YANG DICINTAINYA, BAIK LAHIR MAUPUN BATIN
Hal ini dilakukan
dengan menjauhi hawa nafsu, meninggalkan kemalasan, senantiasa dalam ketaatan,
dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai macam ibadah sunnah.
Ia meninggalkan maksiat karena cinta kepada Allah.
Mengapa begitu, karena seorang pencinta pasti akan mematuhi Kekasihnya. Sedang
cara terbaik dalam meninggalkan maksiat adalah cara para pencinta, dan ketaatan
yang terbaik juga adalah ketaatan para pencinta.
Ada perbedaan besar antara orang yang meninggalkan maksiat
karena cinta dan taat kepada Allah, dengan orang yang meninggalkan maksiat
karena takut akan siksa-Nya. Sementara ketaatan bagi seorang pecinta adalah
bukti cinta kepada Allah.
Seorang pujangga bersyair:
engkau
mengaku cinta kepada Allah tapi maksiat kepada-Nya
tentu ini
kias yang mustahil
bila benar
cintamu, tentu kaupatuhilah Dia
karena sang
pencinta pasti akan mematuhi Kekasihnya
Penyair lain menulis:
syarat cinta harus sejalan dengan kekasih
untuk
mencintainya tanpa berselisih
mengaku cinta tetapi berselisih
alamat cinta
dusta
Patut diketahui bahwa pelanggaran (maksiat) tidak
selamanya identik dengan memupuskan akar cinta, namun pasti mengurangi
kesempurnaanya. Hal ini terrekam dalam riwayat Nu’man, bahwa ia di hukum atas
kesalahannya di hadapan Rasulullah saw. tidak lama, ia diajukan dan dihukum
lagi hingga seorang laki-laki melaknatinya dan berkata: “Betapa seringnya orang
ini berbuat kesalahan.” Kemudian Rasulullah saw. berkata: “Jangan kamu
melaknatinya, karena ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”
Dari sini bisa dipahami bahwa pelanggaran/kemaksiatan
bisa mengurangi kesempurnaan cinta, namun ia tidak mencabut benih cinta. dan
benih cinta ini baru tercerabut bila di hatinya sudah tidak ada lagi
penghormatan dan pengangungan. Bila cinta dibarengi dengan pengangungan,
penghormatan, dan kesadaran tentang kekuasaan Allah, tentu jiwanya akan remuk
redam karena-Nya, merunduk pada keagungan-Nya, merasa tenang dengan
kemuliaan-Nya, dan merasa kerdil di hadapan keluhuran-Nya.
Tidak ada yang bisa membuat hati mekar selain cinta
pada Allah yang diiringi dengan pengagungan dan penghormatan terhadap-Nya.
Inilah anugerah paling utama yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, dan Ia akan
memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Seorang pencinta sejati merasa selalu dikawal oleh
pengawas dari Kekasihnya, yang mengawasi hati dan tindakannya. Dan tanda
kebenaran cintanya adalah kesadaran dirinya terhadap pengawasan tersebut.
6.
SELALU MENGINGAT ALLAH
Pencinta Ilahi adalah
orang yang lisannya tidak pernah berhenti menyebut-Nya dan hatinya tak pernah
kosong dari mengingat-Nya. Karena orang yang mencintai sesuatu pasti akan
selalu mengingat dan mengenangnya, serta menyebut-nyebut segala hal yang
terkait dengannya. Itulah sebabnya mengapa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk
mengingat-Nya dalam segala keadaan, bahkan pada saat yang paling menakutkan
sekalipun. Firman-Nya:
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kalian memerangi pasukan (musuh), maka berteguh
hatilah kalian dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kalian
beruntung” (al-Anfal [8]: 45).
Tanda cinta sejati adalah mengingat Kekasih di kala
susah maupun senang, ketika bangun maupun menjelang tidur.
Hamba yang benar-benar cinta kepada Allah akan
megingat-Nya dalam kesunyian dengan hati yang bergetar dan air mata yang
mengucur karena takut. Allah berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
bertambahlah imam mereka (karenanya), dan kepada Rabb-lah mereka bertawakkal” (al-Anfal [8]: 2).
Dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
“Ada tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah pada saat
yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda
yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah. laki-laki yang hatinya terpaut dengan
masjid, dua orang yang bercinta dan berpisah karena Allah, pemuda yang diajak
mesum oleh wanita cantik dan berkedudukan namun menjawab ‘Saya takut kepada
Allah’, orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan menyembunyikannya
hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya, dan
laki-laki yang mengingat Allah dalam kesunyian dengan menitikkan air mata.”
7.
CEMBURU KARENA ALLAH
Ia marah jika larangan Allah dilangga danhak Allah
diinjak-injak. Inilah cemburu dari para pencinta sejati, dan agama berada di
bawah naungan rasa cemburu seperti ini. Maka orang yang paling kuat agamanya
adalah orang yang paling besar cemburunya.
Dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
“Sesungguhnya Allah
cemburu, dan seorang mukmin juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah jika orang
mukmin melakukan apa yang dilarang-Nya.”
Hamba yang mencintai Allah akan cemburu sesuai dengan
kadar cinta dan pengangungan yang ada pada dirinya. Jika rasa cemburu ini tak
lagi tersisa di hati, berarti cinta telah jauh pergi, sekalipun lisannya
berbusa mengaku cinta. adalah dusta, bila ada yang mengaku cinta pada seseorang
tapi ia tidak cemburu saat Kekasihnya itu disakiti orang lain, malah ia
menyakitinya, melecehkan haknya, dan meremahkan perintahnya. Orang itu sudah
tidak memiliki rasa cemburu lagi, bahkan hatinya telah beku. Lantas bagaimana
mungkin hamba mengaku cinta pada Allah, sedang ia tidak cemburu ketika apa yang
diharamkan Allah dilanggar.
Saat cemburu pergi dari hati, saat itu pula ia telah
ditinggalkan cinta, bahkan tidak ada lagi agama yang tersisa di hatinya, meski
masih ada jejak-jejaknya.
Rasa cemburu ini adalah pangkal jihad dan amar ma’ruf nahi munkar. Rasa cemburu
inilah yang mendorongnya melakukan semua hal tersebut. Jika tak ada rasa
cemburu di hati maka ia tidak akan pernah bisa berjihad dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dan semua itu
hanya bisa dilakukan bila ada rasa cemburu kepada Tuhannya. Allah berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut tehadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap oang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (al-Ma’idah
[5]: 54).
8.
SENANG TERHADAP SEGALA SESUATU YANG
MENIMPA DIRINYA DALAM PERJALANAN MENUJU KEKASIHNYA
Kesenangan tersebut bukan karena kepentingan
pribadinya, namun karena kehendak Sang Kekasih. Mengapa begitu, karena nikmat
terbesar bagi seorang pencinta adalah kerelaan Kekasih, walau ia harus hancur
karena-Nya.
Ini hanya bisa dicapai oleh jiwa yang tenang, apalagi
jika musibah itu terjadi karena ketaatan pada Allah. Semua yang menimpanya
dalam mencari ridha Allah diterimanya dengan lapang dada. Ia rela menerima apa
pun demi ridha-Nya. Demikianlah sikap semua pencinta sejati, ia senang menerima
berbagai hah yang tidak disukai demi menggapai keridhaan Sang Kekasih.
Seorang yang berkoar mencintai sesuatu tapi tidak suka
dengan kegemaran Kekasihnya dan mencintai apa yang dibencinya sama dengan
mengakui kebohongannya. Sebenarnya ia membenci Kekasihnya. Pencinta sejati
adalah sebagaimana ungkapan berikut:
Demi kamu, wajahku jadi pembuangan
ludah si
penghasut dan si pendengki
semua relah
kulakukan agar engkau ridha
Siapa yang tidak
ridha atas musibah yang menimpanya demi Kekasihnya sebaiknya ia turun dari
derajat cinta dan mundur dari arena cinta, karena ia tak lagi layak bercinta.
Karena itu, ridha merupakan pintu Allah yang paling
agung, sorga dunia, kehidupan para pencinta, tempat istirahat kaum ‘arifin, kenikmatan para ‘abid, dan kesenangan para perindu.
Mereka merasa senang menerima segala ketentuan yang berlaku pada diri mereka.
Mereka menerimanya sebagai pilihan Allah dan merasa tenang terhadap hukum-hukum
agama-Nya. Itulah makna ridha kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama
dan Muhammad sebagai Rasul. Dan orang yang tidak mencapai hal ini, tidak akan
merasakan kelezatan iman.
Keridhaan sangat ditentukan oleh pemahaman hamba tentang
keadilan, hikmah, rahmat dan pilihan tebaik Allah. Makin dalam pemahaman ini,
makin menghunjam rasa ridhanya dalam hati.
9.
MENCINTAI KALAM ALLAH
Bila ingin menakar
cinta Anda pada Allah, ukurlah tingkat cinta hati Anda terhadap Kalam Allah.
Rasa cinta pada Kekasih seiring dengan rasa cinta terhadap al-Qur’an;
barangsiapa yang mencintai Kekasih pasti pembicaraannya menjadi sesuatu yang
paling dicintai-Nya.
Tak ada yang lebih manis bagi para pencinta selain
pembicaraan Sang Kekasih. Ia adalah kelezatan hati dan puncak pencariannya.
Karena itu, bagi orang yang mencintai Allah, tak ada yang lebih nikmat dari
mendengarkan al-Qur’an.
Dari Ibnu Mas’ud ra,; ia berkata: “Rasulullah saw.
berucap kepadaku, ‘Bacakanlah al-Qur’an untukku.’ Jawabku: ‘Bagaimana mungkin
saya membacakan al-Qur’an untukmu, padahal ia diturunkan padamu?’ Beliau
menjawab, ‘Saya ingin mendengarnya dari orang selain aku.” Lalu saya pun
membacakan surat a-Nisa’, dan begitu sampai pada ayat: “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap umat dan Kami mendatangkan Kamu
(Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (an-Nisa’ [4]:
41), beliau berkata: “cukup, cukup.” Dan saya lihat air matanya bercucuran.
Dalam riwayat lain, Nabi berkata kepada Abu Musa
“Andai engkau tahu bahwa saya menyimak bacaan al-Qur’anmu tadi malam… Engkau
sungguh telah dianugerahi kemerduan suara keluarga Daud.”
10.
TOBAT YANG DIBARENGI DENGAN KHAUF (CEMAS) DAN RAJA’ (HARAP)
Allah berfirman:
“(Yaitu)
orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pemurah, sedang Dia tidak kelihatan
(olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat” (Qaf [50]: 35).
Karena seorang pencinta takut kehilangan Kekasih dan
Dambaannya, maka ia selalu dihantui oleh perasaan harap dan cemas terhadap
Kekasihnya.
Allah mengabarkan tentang para hamba-Nya yang khusus
yang diduga oleh kaum musyrikin sebagai orang-orang yang mendekatkan diri
kepada Allah melalui mereka, padahal para hamba itu penuh harap dan cemas
terhadap Allah. Dalam hal ini, Allah berfirman:
“Katakanlah:
Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan
mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula
memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan
kepada Tuhan mereka. Siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu
adalah suatu yang (harus) ditakuti” (al-Isra’
[17]: 56-57).
Dalam ungkapan lain:
“Allah berfirman: Orang-orang yang kalian (kaum musyikin) duga menyembah selain
Aku sebenarnya adalah para hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan
menaati-Ku, mengharap rahmat-Ku dan takut akan siksaan-Ku. Lantas mengapa
kalian menuduh mereka (para kekasih Allah) menyembah selain Aku?”
Melalui ayat ini
Allah memuji ahwal (kondisi
spiritual) dan maqam mereka, yaitu hubb (rasa cinta), khauf, dan raja’.
Raja’ sangat
ditentukan oleh kuatnya cinta. setiap pencinta pasti dirundung oleh rasa khauf dan raja’; ia adalah orang yang paling berharap dan paling mencintai
Kekasihnya. Demikian pula rasa cemasnya; ia cemas bila ia jatuh dalam
pandangan-Nya, diusir, dijauhi dan ditinggalkan. Ia sangat cemas, sedang rasa
harapnya sudah menyatu dengan cinta. karena ia sudah mengharap-Nya sebelum ia
berjumpa dan sampai kepada Dia.
Setelah berjumpa dan
sampai kepada-Nya, harapannya kian besar. Karena dengan demikian ia telah
mencapai kehidupan rohani, da hatinya bisa meeguk nikmatnya sentuhan kelembutan
Kekasih-Nya, kebaikan-Nya, perhatian dan pandangan-Nya terhadap dirinya dengan
penuh ridha, kelayakannya untuk mencintai-Nya dan hal lainnya. Dan tiada
kehidupan, kenikmatan dan kesuksesan bagi pencinta selain dengan sampai
kepada-Nya. Karena itu, ia termasuk orang yang paling besar dan paling sempurna
harapannya.
Renungkanlah semua
ini, niscaya Anda akan mendapatkan berbagai macam rahasia ibadah dan cinta.
Setiap cinta selalu diiringi dengan rasa harap dan cemas. Makin kuat hunjaman
rasa cinta, makin besar pula rasa harap dan cemasnya.
Anda dituntut untuk
memelihara hukum-hukum dan larangan-larangan Allah, dan tidaklah Anda mampu
memenuhi tuntutan tersebut sebagaimana orang yang menggapainya melalui rasa
cemas, harap dan cinta kepada-Nya. Tiga hal inilah—yaitu cinta, cemas dan harap—yang
mendorong pemanfaatan waktu dengan hal-hal yang paling utama dan paling
bermanfaat bagi seseorang. Ia merupakan asas dari suluk (perjalanan) menuju Allah.
0 Komentar untuk "Tanda Cinta Hamba kepada Allah (1)"
Komentarlah Dengan Baik dan Benar. Jangan ada SPAM dan beri kritik saran kepada blog ILMU DUNIA DAN AKHIRAT.
Mengingat Semakin Banyak Komentar SPAM maka setiap komentar akan di seleksi. :)
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR. Bukhari)
>TERIMA KASIH<