DARAH, NASIONALISME DAN CINTA
Assalamu'alaikum...
DARAH, NASIONALISME DAN CINTA, 3 kata yang kadang sering kita dengar. sering kita memikirkannya dan kadang pula terjadi di dalam kehidupan kita. Sebuah cerpen karya sahabatku Tomy ini mungkin bsia memberikan kita sedikit pencerahan dalam memaknai DARAH, NASIONALISME DAN CINTA.
kira-kira 5 menit yang lalu aku melihat cerpen DARAH, NASIONALISME DAN CINTA ini di laptopnya Tomy. Langsung saja aku tanya ke dia, mau gak di post di blog aku? eh, dianya mau. ya sudah langsung saja aku post cerpen DARAH, NASIONALISME DAN CINTA ini di blog aku, ILMU DUNIA DAN AKHIRAT. kalian tahu kawan, berapa waktu yang di eprlukan tomy untuk membuat cerpen ini?? 2 Jam.. !!
Ga percaya?? tapi hebat juga, maklumlah, dia memiliki jiwa pengarang. :)
Sudahlah, lupakan kata pengantar yang memabukkan ini, cek this out Cerpen DARAH, NASIONALISME DAN CINTA :
DARAH, NASIONALISME DAN CINTA
Segelas kopi hangat menemani pagi yang cerah
ini, matahari telah memancarkan cahaya kehidupan dan secerca harapan untuk meraih
mimpi di hari ini. Letnan Agus Segera menghabiskan kopii itu karena akan segera
berangkat ke medan tempur. “Ma, aku berangkat dulu, jangan lupa jaga
anak-anak!”
“Papa, tunggu” ucapnya sambil berlari ke arah
Letnan Agus.
“Ada apa ma?”
Dia lalu memeluk Letnan Agus dengan berderai
air mata, “Pa, jangan pergi! Mama tidak mau jauh dari papa, mama takut kehilangan
papa.”
Dia
memegang erat tangan istrinya lalu berkata, “Ma, bukankah sudah papa
jelaskan dari awal kita berkomitmen bahwa resiko pekerjaan papa itu tinggi dan
mama menerimanya bukan.”
“Iya, tapi mama tidak tahu bahwa akhirnya akan
begini.” Kata istriku
Karena mendengar suara gaduh dari luar Riko
anak pertamanya keluar dari kamar, melihat ayahnya akan pergi ke medan laga ia
pun berlari menuju ayahnya. “Ayah.” Hanya kata itu yang keluar bersama setitik
air mata dari bocah yang bulan depan genap berusia 6 tahun. “Ayah mau kemana?”
pertanyaan sederhana yang begitu menyayat hati orang tuanya.
Sambil menahan tangis sang ayah pun menjawab
“Ayah akan pergi ke medan tempur untuk berperang melawan musuh negara kita
sayang.”
“Kenapa ayah harus pergi? Riko masih kangen
sama ayah, apa ayah tidak sayang sama Riko?”
“Tentu, tentu ayah sangat rindu dengan kamu
nak, tetapi ayah harus berangkat nak untuk melawan para musuh yang kejam di
luar sana.” Tidak lama berselang bunyi sirine menggema di desa Letnan Agus, itu
artinya semua tentara harus berkumpul. “Sirine sudah berbunyi nak, ayah harus
berangkat. Jaga ibu dan adikmu baik-baik jangan sampai kamu menyakiti hatinya
dan kalau saat ayah pulang ibu atau adikmu bercerita tentang itu ayah pasti
akan menghukummu. Ingat itu baik-baik!” ucapan terakhir Letnan Agus sambil
memeluk hangat Riko.
“Siap, komandan.” Kata anak sulungnya itu.
Sebelum pergidia menyempatkan untuk mencium
kening istrinya dan berkata, “Ingat pesanku tadi.”
“Baiklah, tapi ingatlah satu hal jika kamu
pulang dengan kekalahan aku akan membencimu.” Ucapan istrinya membakar semangatnya.
Setelah mendapat izin dari mereka, dia pun
berlari menuju sumber suara sirine, baru beberapa langkah keluar rumah anaknya
berteriak dengan keras, “Ayah, jika nanti engkau pulang, ajak aku pergii ke
desa tetangga untuk melihat tempat yang indah seperti janjimu dulu.” Dia tidak
menjawab apapun dan terus berlari sambil menitikan air mata.
Sesampainya Letnan Agus di sumber suara, dia
langsung pergi markasnya di batas negara ini. Sesampainya di sana dia disambut
oleh Kolonel Catur dan dibawa menuju barak utama tempat penyusunan strategi. Di sana semua orang-orang penting dalam perang kali ini
berkumpul. Wajah mereka terlihat sangat tegang karena ini adalah perang yang
paling besar untuk sejarah negara ini.
“Selamat pagi semua?” suara besar dan berat
itu berasal dari Mayor Jendral Lintang.
“Pagi.” jawabku serempak bersama kawan-kawan
“Kalian saya kumpulkan di sini...” Belum
selesai Mayjend Lintang berbicara markas sudah di serang oleh tentara musuh.
Tanpa persiapan strategi yang matang merekapun segera bertindak untuk melawan
mereka dan dapat ditebak kami pun kalah, markas dapat diambil alih oleh musuh
dan beberapa pimpinan perang dapat diculik. Letnan Agus dan beberapa prajurit
serta Kolonel Catur dapat meloloskan diri dari kepungan musuh. Mereka
bersembunyi di sebuah gua yang jaraknya cukup jauh dari markas dan berusaha
untuk membebaskan kawan-kawannya dari cengkraman musuh. Letnan Agus dan Kolonel
Catur menyusun strategi untuk membebaskan para tahanan, dengan peralatan yang
terbatas dan semangat nasionalisme yang tinggi mereka pun berangkat ke markas
musuh.
3 hari yang melelahkan mereka berjalan dan
akhirnya mereka sampai di markas musuh. Dengan stategi yang sangat rapi, mereka
dapat masuk dengan mudah ke markas musuh. Teman-teman tentara yang masih
tersisa pergi ke dalam penjara untuk membebaskan tawanan sementara Letnan Agus
dan Kolonel Catur pergi ke ruangan lain untuk mencari Mayjend Lintang.
Mereka menemukan sebuah ruang isolasi dan
meyakini bahwa Mayjend Lintang ada di dalam. Mereka bingung masuk lewat mana
karena ruangan itu tertutup rapat dan mustahil untuk didobrak, akhirnya Kolonel
Catur pun menemukan lubang ventilasi, “Letnan Agus coba lihat ada lubang
ventilasi, mungkin kita dapat masuk dari situ.”
“Baiklah,mari kita coba.” Letnan Agus masuk
pertama disusul oleh Kolonel Catur.
Alangkah terkejutnya Letnan Agus melihat
atasanya disiksa hingga lemah tak berdaya. Di tubuhnya terdapat luka bekas
cambukan dan di beri garam. Kolonel Caturpun terlihat marah dan mengepalkan
tanganya. Dengan nada marah ia menghina orang yang telah tega menyiksa atasanya
itu dengan mengatakan bahwa dia tidak lebih dari seekor anjing.
Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki yang
menuju ke arah ruang isolasi ini dan ternyata yang datang adalah wakil pimpinan
musuhbernama Jendral Alex bersama seorang anak buahnya. “Inii makan.”
“Aku tidak butuh makanan mu itu.” Katanya
sambil menendang piring itu
“Dasar bodoh masih untung aku masih mau
memberimu makan”
“Pasti makanan itu sudah kamu beri racun.”
Ucapnya sambil meludah ke arah wajahnya.
“Kurang ajar, dasar bajingan rasakan ini.”
Sambil mengeluarkan pistol dari sakunya. Sebelum dia menarik pelatuk pistolnya,
salah seorang yang datang bersamanya mengatakan bahwa para tawanan berhasil
meloloskan diri. Dan dengan emosi pistol yang tadinya diarahkan ke Mayjend
Lintang diarahkan menuju kepala orang itu dan “DOOOR” orang itu tersungkur
bersimbah darah tak bernyawa.
Melihat hal itu Letnan Agus tidak dapat
menahan emosinya lagi, dengan penuh amarah dia menginjak plat tipis di lubang
ventilasi itu dan disusul Kolonel Catur. Dengan membabi buta ia menembak tubuh
bajingan itu, sementara Kolonel Catur membebaskan Mayjend Lintang.
Terdengar langkah kaki seseorang mendekati
ruang isolasi ini, ternyata orang yang masuk adalah Jendral Timo, Jendral timo
adalah pimpinan musuh. Letnan Agus masih terkejut dengan apa yang ia lihat dan
tidak sadar bahwa kakinya sudah tertembak peluru Jendral Timo.
Sementara itu Kolonel Catur sedang
menyelamatkan Mayjend Lintang, di tangga menuju jalan keluar ia bertemu dengan
salah seorang prajurit tentara kawanya, ia menitipkan Mayjend Lintang dan berpesan,
“Bawa Mayjend Lintang ke bawah dan bawa beliau ke tempat yang aman lalu bawa
beberapa pasukan ke sini, lakukan dengan cepat aku mau menolong Letnan Agus.”
“Siap, pak.” dan secepat kilat prajurit itu
pergi membawa Mayjend Lintang.
Kolonel Catur pun kembali ke ruang isolasi dan
mendapati Letnan Agus sudah tergeletak dan kepalanya diinjak oleh Jendral Timo,
lalu dia menembakkan peluru ke arah kepala belakang Jendral Timo yang tidak
melihat ke arahnya. Jendral Timo pun tergeletak di atas tubuh Letnan Agus, lalu
Kolonel Catur menghampiri tubuh Letnan Agus yang bersimbah darah. Kolonel Catur
menangis di atas tubuh Letnan Agus, ia menyesal telah meninggalkanya.
“Ke..ke..nepa ka..kamu me..nangis?” kata
Letnan Agus tebata-bata.
“Letnan, kamu masih hidup Letnan?” ucap
Kolonel Catur penuh harapan.
“Ke..ke..nepa ka..kamu me..nangis?” ucapnya
lagi.
“Aku merasa bersalah kepadamu.”
“Ini bu..bukan salahmu, i..ni ada..adalah
su..sura..ratan Tu..Tuhan.” Nafasnya kian terengah-engah.
“Letnan kamu harus bertahan Letnan.”
Kekhawatiran menyelimuti tubuhnya.
“ini su..sudah wa...wak...waktunya. Dan
to........” Nafasnya berhenti total dan matanya tertutup untuk selamanya.
“LLEEEEEEEEEEEETNAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN.”
Teriak Kolonel Catur diiringi air mata yang jatuh membasahi pipinya.
“Semua ini gara-gara kau.” Dengan emosi dia
menembak mayat Jendral Timo lalu duduk menangisi kepergian sahabatnya. Kolonel
Catur berdiri mengambil kain gorden untuk menutupi tubuh Letnan Agus.
Setelah ia menutupi tubuh Letnan Agus, Kolonel
Catur keluar ruang isolasi dengan langkah perlahan dan tatapan mata kosong. Di
bawah dia bertemu dengan prajurit yang lain, dia tidak menyapa seorangpun
prajurit yang ada di sampingnya karena masih terpukul dengan kejadian itu.
Dalam perjalanan pulangpun Kolonel Catur masih merasa bersalah atas kejadian
itu.
Nina, istri Letnan Agus sedang memasak makan
siang untuk kedua anaknya ketika ada orang yang mengetuk pintu, “tok,tok,tok”
“Iya sebentar.” Jawab Nina.
Betapa terkejutnya ia melihat Kolonel Catur
keluar dari mobil Ambulance, kemudian ia bertanya kepada Kolonel Catur, “Dimana
suamiku?”
“Maafkan aku.” Jawab Kolonel Catur
“Jangan bilang kalau suamiku gugur di medan
perang.” Nina mulai gugup.
“Ini ditemukan di saku pakaian Letnan Agus.”
Kolonel Catur memberikan sepucuk surat untuk Nina.
Sebuah puisi untuk istriku tercinta1
Sambil menatap kaki langit
Kukatakan kepadanya
Di sana... di atas lautan
pasir kita akan berbaring
Dan tidur nyenyak sampai subuh
tiba
Bukan karna ketiadaan
kata-kata
Tapi karena kupu-kupu
kelelahan
Akan tidur di atas bibir kita
Besok, oh cintaku... besok
Kita akan bangun pagi sekali
Dengan para pelaut dan perahu
layar mereka
Dan akan terbang bersama angin
Seperti burung-burung
|
“
“Dasar laki-laki tidak tahu diri sudah mati
saja masih membuat ulah”.” Ucapnya kesal.
Pemakaman Letnan Agus dilaksanakan dengan
upacara militer, acara berjalan dengan lancar tanpa gangguan apapun.
Setelah acara pemakaman selesai, Kolonel Catur
menemui Nina untuk mengatakan keinginannya untuk membantu perekonomian keluarga
mendiang Letnan Agus. “Nina, tunggu sebentar.”
“Ada apa?” ucapnya lembut
“Aku merasa bersalah dengan meninggalnya
suamimu, kalau saja aku tidak meninggalkanya pasti hal ini tidak akan terjadi.”
“Kamu tidak usah merasa bersalah, mungkin ini memang
sudah suratan dari Tuhan.”
“Tapi untuk mengurangi rasa bersalahku,
izinkan aku untuk ikut membiayai urusan sekolah anak-anakmu.”
“Tidak perlu, aku pasti bisa melakukan ini
semua, lagipula suamiku tidak pernah mengajariku untuk merepotkan orang lain.”
“Tapi aku tidak tega melihat kamu bekerja
keras nanti, ayolah Nina ini untuk masa depan anakmu. Apakah kamu mau melihat
anak-anakmu gagal dikemudian hari.”
“Entahlah, aku belum ingin berbicara dengan
siapapun, tolong jangan ganggu aku sekarang.”
“Nina, tunggu Nina Letnan Agus pernah bilang
padaku sebelum peperangan dimulai bahwa jika dia gugur di medan perang maka aku
harus menjagamu Nina, Niiiiiinaaaaaa”
Seminggu berlalu setelah pemakaman Letnan
Agus. Kolonel Catur pergi ke rumah Letnan Agus untuk menemui Nina untuk
membicarakan wasiat dari Letnan Agus dan setelah dibujuk oleh orang tua Nina
dan Letnan Agus, akhirnya dia mau menuruti wasiat suaminya.
Empat bulan setelah meninggalnya Letnan Agus,
Kolonel Catur dan Nina menggelar pesta pernikahan mereka. Hal itu dilakukan
Kolonel Catur semata-mata untuk menjalankan wasiat Letnan Agus.
Pria beruban datang ke makam Letnan Agus,
dialah Letnan Kolonel (purn) Catur Pambudi. Dia membersihkan makam itu dan
mencabuti rumput nakal yang tumbuh di atas makan itu. “Kawan, tugasku telah
selesai. Istrimu sudah sukses dengan usaha milik kalian, Riko sudah menjadi
tentara berpangkat Mayor Jendral, sedangkan Vinaadik Riko menjadi seorang
dokter spesialis jantung. Dan tugas yang telah kau berikan juga sudah ku
lakukan maka saat ini tidak ada hal yang paling tepat selain menyusulmu.”
Pria itu jatuh tersungkur ke tanah, tubuhnya
lemas, nafasnya habis dan jantungnya berhenti. Senyuman tergurat indah di
wajahnya.
TAMAT
Cerpen By : Tomy Alfian
The End
Tag :
REMAJA
3 Komentar untuk "DARAH, NASIONALISME DAN CINTA"
thank buat infonya
keep posting gan... :)
terima kasih udah mau sharing :)
Komentarlah Dengan Baik dan Benar. Jangan ada SPAM dan beri kritik saran kepada blog ILMU DUNIA DAN AKHIRAT.
Mengingat Semakin Banyak Komentar SPAM maka setiap komentar akan di seleksi. :)
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam." (HR. Bukhari)
>TERIMA KASIH<